Berita Harian - Helen yang lahir dan besar di Melbourne, Australia, tidak menyangka bahwa menyusui kunjungannya ke Eropa di tahun 1960, ia akan menjadi mahir dalam memasak makanan Indonesia.
Perjumpaannya dengan Bambang Soemardjo, seorang pria Indonesia sewaktu di Inggris, menjadi awal perjumpaannya dengan kuliner Indonesia.
wanita yang kini berusia 82 tahun tersebut akhirnya menikah dengan pria Jawa Tengah yang berumur 13 tahun lebih tua darinya.
Mereka lalu tinggal di Kebayoran, Jakarta bersama kelima ipar perempuannya yang aktif di dapur.
"Ketika sampai di Jakarta, saya mengetahui bahwa suami saya tinggal dengan saudara perempuannya, dan punya tukang masak sendiri yang hanya bisa Bahasa Jawa,"ungkap Helen.
"Tapi kami akhirnya bisa berkomunikasi. Dia memberitahu saya bahan-bahan memasak dan kira-kira seberapa banyak yang digunakan dalam satu piring.
Kini pun, Helen masih menyimpan resep makanan Indonesia seperti rendang, empat, rawon hingga abon pemberian kakak iparnya puluhan tahun yang lalu.
Dengan kompor minyak tanah yang tidak pernah ia gunakan selama di Australia, Helen pada akhirnya memberanikan diri membuat sayur sop untuk keluarga, walaupun warna kuahnya menjadi kuning akibat sepotong kunyit.
Pengalaman tersebut yang lalu membangun minat dan ketertarikan Helen pada makanan Indonesia. Meskipun dia harus berjuang keras du dapur selama bertahun-tahun.
Helen melihat, kultur menyajikan masakan Indonesia sangatlah berbeda dengan makanan Australia yang sederhana
"Penyajian makanan Australia sangatlah sederhana kalau dibandingkan."
"Makanan Indonesia terbuat dari banyak elemen berbeda, bumbu dan rempah yang bisa ada sepuluh dalam satu piring."
Lebih jauh, Helen mengaku mengibaratkan memasak sebagai seni, yang dalam bentuk apa pun membutuhkan banyak praktek.
"Memasak makanan Indonesia harus sering praktek. Sama halnya melakukan kesenian. Karena mendapatkan rasa makanan yang pas kadang bisa sulit Tidak selalu bisa,".
Selain itu, Helen menemukan nilai kekeluargaan dari pengalamannya menyajikan makanan indonesia saat masih tinggal di Kebayoran puluhan tahun silam.
"Memasak makanan di Indonesia adalah sesuatu yang di bagi bersama orang lain," ungkap ibu dari tiga orang anak ini.
"Walau dapur kami kecil, biasanya ibu-ibu akan menyuruh anak-anak untuk membantu paling tidak potong-potong sayur.
Menurutnya, menyajikan makanan Indonesia menciptakan waktu berkumpul keluarga khususnya ketika duduk makan bersama.
Hingga kini, Helen giat memasak Indonesia selama 3-4 kali seminggu. Minat ini ternyata menular kepada kedua cucunya.
"Cucu saya sering datang ke rumah untuk kami masak-masak bersama. Mereka sering jalan jalan ke luar negeri seperti Malaysia, Vietnam, Thailand dan lain-lain sehingga tahu banyak tentang masakan Asia."
Ia pun sering memasak untuk rombongan seniman Indonesia yang bekerjasama dengan anaknya, Ria Soemardjo, seorang sinden di Melbourne yang suka mengunjungi Indonesia untuk tampil.
"Sejak pindah rumah ke Thornbury, Ria sering memperkenalkan saya pada orang-orang Australia yang sering ke Indonesia,"kata Helen.
"Saya suka memasak untuk mereka karena mereka tahu persis bagaimana rasa makanan indonesia.Aktivitas ini cukup menantang untuk saya."
Sampai di usia 82 tahu kini, dalam berbagai kesempatan Helen masih membagikan pengetahuannya mengenai masakan Indonesia kepada warga Australia maupun warga Indonesia di Melbourne.
Baru-baru ini Helen berbagai resep membuat nastar dan wajik di rumahnya kepada anggota Museum of Indonesian Arts (MIA) di kawasan Thornbury Melbourne.
Baru-baru ini Helen berbagi resep membuat nastar dan wajik di rumahnya kepada anggota Museum of Indonesian Artis (MIA) di kawasan Thornbury Melboune.
Hubungan Helen dengan Indonesia tidak pernah putus, bahkan setelah ia meninggalkan negara tersebut untuk kembali ke tanah kelahiran di tahun 1968.
"Dulu saya masih sering bolak balik 2-3 kali untuk mengurus kerjaan." kata Helen yang pernah lama bekerja sebagai staf di perpustakaan Universitas Monash.
Di tengah keaktifannya mengunjungi Indonesia, ia menyanyangkan sang suami yang menolak untuk mengunjungi negaranya sendiri sewaktu masih hidup.
"Kondisi politik waktu tahun 1968 menyebabkan dia tidak mau pulang," kata Helen kepada ABC News.
"Karena kontribusinya bagi negara yaitu penyediaan dokter dna klinik untuk buruh yang sudah ia kerjakan dengan susah payah tidak dihargai sama sekali."
Setelah bertemu dengan suaminya Bambang Sormardjo di Inggris di tahun 1960-an, mereka menikah di Indonesia sebelum pndah ke Australua di tahun 1968.
Sejak kepindahan ke Melbourne, Banbang sama sekali tidak pernah lagi pulang ke Indonesia sampai meninggal di tahun 2013.
1 Komentar
MestiQQ Adalah perusahaan judi online KELAS DUNIA ber-grade A
BalasHapusSudah saatnya Pencinta POKER Bergabung bersama kami dengan Pemain - Pemain RATING-A
Hanya dengan MINIMAL DEPOSIT RP. 10.000 anda sudah bisa bermain di semua games.
Kini terdapat 8 permainan yang hanya menggunakan 1 User ID & hanya dalam 1 website.
( POKER, DOMINO99, ADU-Q, BANDAR POKER, BANDARQ, CAPSA SUSUN, SAKONG ONLINE, BANDAR66 )
PROSES DEPOSIT DAN WITHDRAWAL CEPAT Dan AMAN TIDAK LEBIH DARI 2 MENIT.
100% tanpa robot, 100% Player VS Player.
Live Chat Online 24 Jam Dan Dilayani Oleh Customer Service Profesional.
Segera DAFTARKAN diri anda dan Coba keberuntungan anda bersama MestiQQ
** Register/Pendaftaran : WWW-MestiQQ-POKER
Jadilah Milionare Sekarang Juga Hanya di MestiQQ ^^
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan Hubungi Customer Service kami :
BBM : 2C2EC3A3
WA: +855966531715
SKYPE : mestiqqcom@gmail.com