Kisah Pilu Mak Iyah, Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot


Berita Harian - Seorang perempuan lanjut usia di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat hidup memprihatinkan di gubuk reyot di Kampung Pasir Baing, RT 005/003 Desa Sukatani, Kecamatan Pacet.

Rukiyah atau biasa dipanggil Mak Iyah, tinggal seorang diri dirumah tak layak huni di tengah hamparan kebun sayuran. Ia mengaku sudah berusia 100 tahun.

Pantauan Metro Riau, gubuk itu sudah kondisi doyong ke belakang. Tiga bilah bambu dijadikan penopang dinding agar tidak ambruk.

Di dalam rumah berukuran 3x5 meter dengan lantai tanah itu terdapat lima ruangan yang berukuran kecil. Dua kamar tidur,satu ruang tengah, dapur dan jamban.

Dilihat secara keseluruhan, rumah itu jauh dari kesan layak huni. Dinding bilik bambu sudah lapuk dan berlubang, bahkan dinding kamarnya sudah jebol.

Didapur hanya ada tungku perapian yang biasa digunakan untuk memasak. Untuk kebutuhan mandi dan buang hajat, mak Iyah memakai jamban di samping dapat yang ukurannya hanya sebadan.

Sehari-hari ia menghabiskan waktu dengan berdiam diri digubuknya. Sesekali turun ke perkampungan untuk berinteraksi dengan warga.

Meski masih sanggup berjalan, namun ia sudah tidak mampu bekerja. Tubuhnya telah ringkih, pandangannya sudah kabur dan mengalami gangguan pendengaran.

Mak Iyah mengatakan, semenjak suaminya meninggal dunia sekitar tiga puluh tahun lalu, ia hidup sebatang kara karena tidak memiliki anak.

"Suami emak mah sudah lama meninggal. Kalau anak enak meninggal waktu lahir,"ucap Mak Iyah Ketika di Berita Harian dirumahnya, Sabtu (02/11/2019).

Mak Iyah mengatakan dulu pernah bekerja diperkebunan. Namun sejak sering sakit-sakitan dan usianya terus menua, ia mengaku tak sanggup lagi bekerja.

Untuk bertahan hidup , ia mengaharapkan belas kasihan tetangga dan warga sekitar. "

"Tos teu tiasa damel (sudah tidak bisa bekerja) kieu wa di saung (diam saja di rumah),katanya.

Mak Iyah mengaku sering diselimuti rasa takut setiap berada di dalam rumah. Selain khawatir ambruk, kondisi rumahnya yang penuh lobang membuatnya takut dengan gigitan binatang.

Pasalnya, ia mengaku sering digigit serangga jari tangannya pernah dipatuk ular.

Disini digigitnya (menunjukkan jari tangan sebelah kanan), waktu di dapur,"ujarnya.

Beruntung nyawanya terselamatkan setelah ia berteriak minta tolong dan dibawa warga berobat ke dokter.

"Kejadiannya sudah lama. Saya sendiri yang bawa ke dokternya untuk di obati. Alhamdulillah bisa sembuh, tapi jari-jarinya jadi merengkel (bengkok), sahut Erah (65) tetangga setempat.

Kini, tak ada asa berlebih di usia  senjanya, Mak Iyah hanya berharap selalu diberikan kesehatan dan tetap bisa makan.

"Emak mak gak mau sakit, tidak punya buat beli obatnya. Kalau makan alhamdulillah suka ada yang ngasih, ucapnya.

Berharap bantuan pemerintah 

Warga setempat, Aripin (50) berharap, pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa mau mengulurkan bantuan atas kondisi kehidupan mak Iyah.

Sepengetahuannya, belum ada bantuan dari program pemerintah, seperti PKH dan rastra.

"Untuk makan sehari-hari selama ini dibantu warga. Kadang ada yang ngasih nasi, makanan, ada juga yang ngasih uang,"kata Aripin.

Aripin mengaku sudah empat kali memperbaiki rumah Mak Iyah karena mau ambruk. Namun, karena kondisi rumah tersebut secara keseluruhan sudah lapuk, sehingga mudah rusak.

"Apalagi kalau sudah turun hujan, rumahnya pasti bocor, lantainya tergenang air. Saya dan tetangga yang lain suka langsung cek ke sini (rumah Mak Iyah) melihat kondisinya,"ujarnya.

Karena itu, ia berharap pemerintah mau peduli kepada warga seperti mak Iyah yang sangat mengharapkan bantuan perbaikan rumah agar bisa hidup dengan rasa aman dan nyaman.

"Kami selalu khawatir, apalagi mak Iyah ini hidup sendirian, kalau terjadi apa-apa tidak ada yang tahu, ucapnya.


Posting Komentar

0 Komentar